Ia juga mendorong mahasiswa untuk aktif mengawal proses penganggaran, baik melalui forum publik, audiensi, maupun literasi kebijakan. Menurutnya, mahasiswa memiliki peran strategis sebagai jembatan antara masyarakat dan pengambil kebijakan.
Dialog semakin hidup saat mahasiswa mulai menyampaikan kegelisahan. Salah satu pertanyaan datang dari peserta yang menyinggung minimnya wadah yang disiapkan untuk generasi muda agar berkembang.
“Kami sering mendengar istilah ‘bonus demografi’, tetapi bagaimana kalau bonus itu justru tidak disiapkan tempat untuk berkembang?” keluhnya.
Menanggapi hal tersebut, Andi Aris mendorong kolaborasi antara kampus, pemerintah, dan sektor swasta untuk membangun ekosistem yang mendukung kreativitas mahasiswa. Ia juga mengusulkan pembentukan laboratorium kebijakan kampus sebagai wadah simulasi dan advokasi kebijakan.
Hartono turut menegaskan bahwa mahasiswa memiliki hak dan kewajiban untuk mengawal APBD, khususnya di sektor pendidikan dan pengembangan SDM. Ia berharap keterlibatan aktif mahasiswa mampu menjadikan anggaran lebih responsif terhadap kebutuhan kampus.
Lebih dari sekadar diskusi teknis, dialog ini menyentuh sisi filosofis anggaran, keberanian untuk mendengar dan berpihak. Moderator Asep Sopyan menutup sesi dengan refleksi menyentuh.
“Sering kali kita bicara tentang harapan seperti sesuatu yang jauh dan abstrak. Tapi sebenarnya, harapan itu sangat konkret, ia ada di ruang kelas, di warung kopi, di forum-forum kecil seperti ini. Tinggal bagaimana kita memberi ruang, perhatian, dan keberanian untuk mendengarnya,” ujarnya.
Komentar