Mahasiswa Universitas Patompo dan Anggota DPRD Makassar Bahas Anggaran, dari Angka ke Harapan

Publisher:
Eksklusif, Berita Terkini di WhatsApp Posliputan.com

MAKASSAR, Pos Liputan – Anggaran bukan hanya soal angka, tabel, dan rumus. Ia adalah wajah dari keberpihakan dan harapan. Itulah semangat yang dibawa dalam “Bazar Dialog” bertema “Menata Ulang Makna: Dari Anggaran ke Harapan”, yang digelar di Kopi Abay, Makassar, Minggu (1/6/2025).

Kegiatan ini mempertemukan mahasiswa Universitas Patompo dengan kalangan akademisi dan legislatif dalam ruang diskusi yang cukup hangat.

Dua narasumber utama hadir dalam dialog ini yakni, Andi Aris Mattunruang, Kaprodi Manajemen Universitas Patompo, dan Hartono, Anggota Komisi II DPRD Kota Makassar serta diskusi dipandu oleh Asep Sopyan Hariri, mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan.

Dialog ini berupaya mengubah cara pandang terhadap anggaran yang selama ini dianggap teknokratis dan elitis. Para narasumber sepakat bahwa anggaran harus dilihat sebagai instrumen keadilan sosial, bukan sekadar dokumen administratif.

Baca Juga:  
Komisariat UINAM Genbi Sukses Menggelar Talkshow COPSKI

“Anggaran adalah wujud nyata dari keberpihakan. Kalau kita lihat angka-angka itu tanpa bertanya ‘untuk siapa ini dibuat? maka kita kehilangan maknanya,” tegas Andi Aris dalam pemaparannya.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menekankan pentingnya kesadaran fiskal di kalangan mahasiswa agar mereka mampu memahami, mengkritisi, dan terlibat dalam proses penganggaran publik. Kampus, menurutnya, adalah tempat strategis untuk menanamkan kesadaran ini.

“Kita harus ubah cara pandang generasi muda terhadap anggaran. Ini bukan soal teknis semata, tetapi soal harapan. Apakah anggaran mampu menjadi alat untuk menghapus ketimpangan dan mewujudkan cita-cita sosial?” lanjutnya.

Dari sisi legislatif, Hartono memaparkan bagaimana anggaran dibentuk dalam tarik ulur kepentingan politik, kebijakan fiskal, dan aspirasi masyarakat.

“Anggaran bukanlah produk steril yang lahir dari ruang hampa. Ia adalah hasil kompromi, negosiasi, dan kadang konflik,” jelasnya.

Baca Juga:  
Mahasiswa K3P UMSI di KPU Sinjai Gelar Sosialisasi Pendidikan Pemilih Pemula untuk Pemilu 2024

Namun demikian, menurut Hartono, ruang untuk memperjuangkan aspirasi tetap terbuka.

“Tugas kami di legislatif adalah menjaga agar aspirasi masyarakat, terutama kelompok yang terpinggirkan, tetap masuk dalam ruang perencanaan,” ujarnya.

Ia juga mendorong mahasiswa untuk aktif mengawal proses penganggaran, baik melalui forum publik, audiensi, maupun literasi kebijakan. Menurutnya, mahasiswa memiliki peran strategis sebagai jembatan antara masyarakat dan pengambil kebijakan.

Dialog semakin hidup saat mahasiswa mulai menyampaikan kegelisahan. Salah satu pertanyaan datang dari peserta yang menyinggung minimnya wadah yang disiapkan untuk generasi muda agar berkembang.

“Kami sering mendengar istilah ‘bonus demografi’, tetapi bagaimana kalau bonus itu justru tidak disiapkan tempat untuk berkembang?” keluhnya.

Menanggapi hal tersebut, Andi Aris mendorong kolaborasi antara kampus, pemerintah, dan sektor swasta untuk membangun ekosistem yang mendukung kreativitas mahasiswa. Ia juga mengusulkan pembentukan laboratorium kebijakan kampus sebagai wadah simulasi dan advokasi kebijakan.

Baca Juga:  
PMII Komisariat UIM Gelar RTK XVII, Bahas Strategi Kaderisasi di Era Digital

Hartono turut menegaskan bahwa mahasiswa memiliki hak dan kewajiban untuk mengawal APBD, khususnya di sektor pendidikan dan pengembangan SDM. Ia berharap keterlibatan aktif mahasiswa mampu menjadikan anggaran lebih responsif terhadap kebutuhan kampus.

Lebih dari sekadar diskusi teknis, dialog ini menyentuh sisi filosofis anggaran, keberanian untuk mendengar dan berpihak. Moderator Asep Sopyan menutup sesi dengan refleksi menyentuh.

“Sering kali kita bicara tentang harapan seperti sesuatu yang jauh dan abstrak. Tapi sebenarnya, harapan itu sangat konkret, ia ada di ruang kelas, di warung kopi, di forum-forum kecil seperti ini. Tinggal bagaimana kita memberi ruang, perhatian, dan keberanian untuk mendengarnya,” ujarnya.

Komentar