BONE, Pos Liputan – Pembangunan yang merata menjadi salah satu program pemerintah pusat yang masih menjadi tanda tanya.
Maraknya polemik yang terjadi di pusat hingga di pelosok Desa, baik dari segi infrastruktur, maupun pembangunan sumber daya manusia (SDM), menjadi tantangan besar pemerintah hingga saat ini.
Seperti yang terjadi di Desa Waetuwo, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone. Beredar isu terkait Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang diduga beberapa tahun terakhir ini tidak pernah dicairkan alias bermasalah.
Hal tersebut disampaikan oleh Lembaga Abstraksi Case Anti Korupsi (LACAK). Menurutnya, akibat dari maraknya informasi yang beredar terkait polemik di Desa Waetuwo, sehingga LACAK terpaksa menurunkan tim.
“Memang sejak 2021 BUMDes yang dikelola oleh masyarakat di Desa Waetuwo tidak cair, padahal semestinya cair setiap tahunnya. Sehingga banyak warga bertanya-tanya. Warga bingung mau bertanya ke mana” kata Ketua LACAK, Andi Edy. Jumat (2/12).
Lanjut Ketua LACAK, bahwa tak jarang warga menduga anggaran BUMDes tidak dicairkan lantaran digunakan Kepala Desa untuk pribadinya.
Parahnya sambung Edy, masyarakat setempat yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa (DD) juga mengaku menerima bantuan yang tidak sesuai.
“Iya, kami investigasi di lapangan penerima BLT hanya seperduanya saja. Hanya menerima 150 ribu rupiah. Padahal regulasi mengatur 300 ribu rupiah,” tegas Edy.
Sehingga Edy menilai hal ini sebagai pelanggaran, lantaran bertentangan dengan Pasal 33 ayat (5) PMK 190 Tahun 2021, disebutkan, bahwa besaran BLT Dana Desa 2022 ditetapkan sebesar Rp.300 ribu untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat.
“Ini jelas pelanggaran. Hak masyarakat tidak boleh diabaikan. Pemerintah wajib memenuhi, bukannya memotong bantuan. Begitu juga BUMDes, harus transparan dan bertanggung jawab. Sehingga bila ada seperti ini BPK harus turun tangan,” lengkapnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Desa Waetuwo, Kecamatan Kajuara, belum memberikan tanggapan.
Komentar