DPR Tetiba Revisi Kilat UU Pilkada Usai MK Ubah Syarat Pencalonan, Pakar Hukum UGM: Keburukan Tak Pernah Menyukai Kebaikan

Publisher:
Eksklusif, Berita Terkini di WhatsApp Posliputan.com

JAKARTA, Pos Liputan – Mahkamah Konsitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pengusungan pasangan calon pada Pilkada.

Isinya antara lain adalah melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk maju di Pilkada.

Putusan MK ini pun diapresiasi oleh sejumlah kalangan yang menilai bahwa selama ini ambang batas pencalonan menciderai prinsip demokrasi.

Salah satu yang ikut bersuara dengan lahirnya putusan MK No.60 itu ialah pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar.

Melalui akun pribadi media sosial X miliknya, dosen di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini melihat banyak keburukan dalam urusan bernegara.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Belakangan kita banyak disuguhi keburukan bernegara. Saya yakin, keburukan tak pernah menyukai kebaikan,” tulisnya sebagaimana dikutip Media Pos Liputan, Rabu (21/8/2024).

Ia menilai, putusan MK yang baru dikeluarkan terkait persentase syarat pengusungan bakal calon kepala daerah merupakan kebaikan kecil demokrasi.

Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa, jika kebaikan sekecil itu saja ada yang mencoba melawannya maka mereka itu pasti barisan keburukan.

Baca Juga:  
Dapat Dukungan dari PKS untuk Maju Pilgub Jakarta, Anies Baswedan: Kami Menyambut dengan Amat Gembira

“Putusan MK kemaren adalah kebaikan kecil bagi demokrasi dan jika kebaikan sekecil itu saja ada yang mau lawan, maka itu pasti barisan keburukan,” katanya.

Informasi yang berhasil dihimpun oleh media Pos Liputan dari berbagai sumber, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendadak menjadwalkan rapat kerja untuk merevisi Undang-undang Pilkada.

Jadwal rapat ini diagendakan, ditengarai akibat dari putusan yang dikeluarkan MK No.60/PUU-XXII/2024.

Bahkan, ada yang menilai pemerintah dan DPR berencana melakukan revisi UU Pilkada untuk menghambat putusan MK agar tidak langsung berlaku pada Pilkada 2024.

Berkaitan dengan hal tersebut, Zainal Arifin Mochtar menganggap jika ada yang berusaha melawan putusan ini adalah mereka barisan keburukan.

“Kita harus balik melawan!,” tegasnya.

Sebelumnya, putusan ini diajukan oleh Partai Buruh bersama Partai Gelora dan MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian.

Baca Juga:  
Presiden Jokowi Ulang Tahun ke-63, Anies Baswedan Doakan Semoga Diberi Petunjuk

Dalam putusan tersebut dituliskan, untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur yakni provinsi dengan jumlah penduduk yang ada dalam daftar pemilih tetap (DPT) sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10%  di provinsi tersebut.

Provinsi yang jumlah penduduk dalam DPT lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.

Provinsi yang jumlah penduduk dalam DPT lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

Provinsi dengan jumlah penduduk yang di DPT lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5%.

Baca Juga:  
KIM Plus Hingga Wacana Kotak Kosong di Pilkada Jakarta, Hensat: Masa Elektabilitas 10 Persen Lawan Kotak Kosong, Aneh!

Sementara untuk dapat mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota maka kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.

Kabupaten/kota yang jumlah penduduk yang termuat dalam DPT lebih dari 250 ribu sampai dengan 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.

Kabupaten/kota dengan jumlah DPT lebih dari 500 ribu sampai dengan 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5%.

Sementara di kabupaten/kota dengan jumlah DPT lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5%.

Komentar