Pos Liputan – Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan salah satu lembaga yang disebutkan dalam UU No. 8 tahun 1999 untuk menyelesaikan sengketa konsumen melalui jalur mediasi, konsiliasi, atau arbitrase. Dalam skema normatif, BPSK seharusnya terletak di setiap Kabupaten/Kota untuk mengimplementasikan amanat dari pasal 49 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 dengan pembebanan pada APBN dan APBD.
Dalam naskah UU No. 8 tahun 1999, peraturan tentang lembaga BPSK tercantum secara transparan pada BAB XI pasal 49 sampai pasal 58. Lembaga ini juga sejatinya sakti karena bisa menjatuhkan sanksi administratif berdasarkan pasal 60 UUPK. Namun, dalam implementasinya lembaga ini kurang terkenal atau kurang eksis di lingkungan masyarakat. Bila bisa memilih, mayoritas masyarakat akan memilih untuk menyelesaikan perkaranya di pengadilan umum karena lebih jelas sanksinya. Ketidaktegasan atau kewenangan terbatas dari BPSK yang mungkin menjadikan lembaga ini tidak kuat untuk menjatuhkan hukuman dan eksekusi pada subjek hukum yang salah.
Tentunya BPSK yang kurang eksis di masyarakat memiliki masalah atau problem yang sering dihadapi dalam rangka sengketa konsumen, berikut penjabarannya.
Keterbatasan Wewenang dan Sanksi
Dikarenakan ada limitasi terhadap kewenangan, mereka hanya menangani sengketa yang ada seperti keluhan terhadap produk atau layanan sehingga apabila melibatkan aspek hukum yang kompleks atau sengketa bisnis yang nilainya besar tidak akan dapat dijangkau oleh BPSK. Batasan-batasan tersebut perlu digarisbawahi bahwa BPSK menangani skala mikro dalam penyelesaian persoalan di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan konsumen.
Terkait sanksi, BPSK dalam kinerjanya hanya memberikan rekomendasi atau saran ketika ada pihak yang terbukti melanggar hak-hak konsumen, karena mereka tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat untuk menegakkan putusan. Ini menandakan bahwasanya badan ini dapat mengurangi keefektifitasan perlindungan yang diberikan kepada konsumen.
Keterbatasan Sumber Daya
Sumber daya merupakan sesuatu yang awal dalam menjalankan sesuatum, apalagi yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak-hak konsumen. Permasalahan sumber daya tentu akan mempengaruhi kinerja dan kapasitas badan untuk menangani jumlah sengketa yang besar serta layanan yang diberikan kepada konsumen tidak akan maksimal. Keterbatasannya terletak pada anggaran, personel, hingga infrastruktur sehingga bila badan tersebut tidak memadai, waktu penyelesaian sengketa akan menjadi sangat lama dan itu adalah sesuatu yang tidak efektif.
Kurangnya Kepatuhan dari Pihak Tergugat
Peristiwa tidak patuhnya tergugat dalam sengketa konsumen terkadang dilakukan secara sengaja atau memang sulit dalam menegakkan putusan tersebut karena BPSK memberikan putusan dan rekomendasi yang kurang tegas terhadap penyelesaian sengketa. Ini berakibat pada konsumen yang mungkin tidak memperoleh kompensasi atau pemulihan yang dijanjikan. Lebih jauh lagi, bila fungsi BPSK dalam memberikan putusan membutuhkan waktu lama hingga waktu eksekusinya, tentu akan merugikan konsumen karena menyita banyak waktu yang berharga.
Ketidakjelasan Putusannya
Pada dasarnya, putusan dari BPSK adalah final dan mengikat sehingga berakibat pada kekuatan hukum tetap. Dikarenakan BPSK tidak memiliki kekuatan eksekutorial, maka fiat eksekusi dimohonkan kepada pengadilan negeri setempat. Namun secara konteks, menurut pasal 56 ayat (2) UUPK, BPSK memberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga dapat ditarik benang merah bahwa putusan dari BPSK masih belum final sehingga eksekusi dari putusan BPSK ini tidak dapat dilaksanakan. Ini menimbulkan ambiguitas pemaknaan dan penafsiran, apalagi kepada awam yang melihat.
Permasalahan BPSK secara faktual sangat kompleks karena berpengaruh pada kesejahteraan konsumen. Apabila BPSK tidak terstruktur dan tidak memiliki ketegasan, para pihak yang bersengketa akan lebih memilih pengadilan setempat untuk menyelesaikan masalahnya karena lebih efektif dan jelas. Tentu ini menjadi tugas DPR RI, Pemerintah Pusat, dan pihak lainnya dalam merumuskan amandemen UU No. 8 tahun 1999 dan aturan pelaksanaannya.
Maka dari itu, persoalan BPSK yang hadir di depan mata membutuhkan dukungan dari seluruh elemen agar fungsi dan perannya jelas serta konkrit dalam menyelesaikan masalah sengketa konsumen. Apabila BPSK dikemudian hari menjadi lembaga yang memiliki power untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara jelas dan tegas, ini akan lebih membantu konsumen dalam menyelesaikan persoalannya dengan mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama lagi
Komentar