Mal yang Riuh, Takjil yang Laris, dan Pulang Kampung: Perspektif Sosial dan Ekonomi

Publisher:
Eksklusif, Berita Terkini di WhatsApp Posliputan.com

Pos Liputan – Ramadan selalu menghadirkan dinamika sosial dan ekonomi yang unik di Indonesia. Dari pusat perbelanjaan yang semakin riuh, penjual takjil yang meraup keuntungan berlipat, hingga fenomena mudik atau pulang kampung yang menjadi ritual tahunan. Semua ini mencerminkan bagaimana aspek sosial dan ekonomi saling berkaitan erat dalam kehidupan masyarakat selama bulan suci.

Fenomena ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga menjadi indikator penting dalam siklus ekonomi nasional. Konsumsi rumah tangga meningkat signifikan, sektor informal menggeliat, dan perputaran uang melonjak. Namun, di sisi lain, ada tantangan yang muncul, seperti kemacetan, inflasi harga bahan pokok, hingga kesenjangan akses ekonomi di daerah tujuan mudik.

Lantas, bagaimana kita memandang fenomena ini dari perspektif sosial dan ekonomi?

Mal yang Riuh dan Konsumerisme Ramadan

Sejak awal Ramadan, pusat perbelanjaan mulai dipadati pengunjung. Fenomena ini didorong oleh berbagai faktor, mulai dari kebutuhan berbuka puasa, tren belanja pakaian Lebaran, hingga persiapan mudik. Diskon besar-besaran yang ditawarkan oleh berbagai ritel juga semakin menggoda masyarakat untuk berbelanja lebih banyak.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara ekonomi, kondisi ini menjadi berkah bagi sektor ritel. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) mencatat bahwa selama Ramadan dan Lebaran, omzet ritel bisa meningkat hingga 20-30% dibanding bulan biasa. Barang-barang seperti pakaian, makanan dan minuman, serta perlengkapan ibadah menjadi produk yang paling banyak dibeli.

Baca Juga:  
Kembalinya Akal Sehat Kampus

Namun, di sisi lain, budaya konsumtif ini juga bisa memunculkan dampak negatif, seperti peningkatan utang konsumtif. Banyak masyarakat yang tergoda untuk menggunakan fasilitas paylater atau kredit tanpa perencanaan keuangan yang matang, sehingga setelah Ramadan mereka justru terbebani cicilan.

Dari perspektif sosial, lonjakan kunjungan ke mal juga menggambarkan bagaimana masyarakat memanfaatkan Ramadan bukan hanya sebagai bulan ibadah, tetapi juga momen rekreasi dan kebersamaan keluarga. Namun, di tengah hiruk-pikuk belanja, penting untuk tetap mengingat esensi Ramadan sebagai waktu untuk menahan diri dan lebih banyak berbagi dengan sesama.

Takjil yang Laris, Ekonomi Sektor Informal yang Bergeliat

Bulan Ramadan menjadi momen emas bagi para pedagang takjil. Jalanan di berbagai kota dipenuhi dengan gerobak dan tenda yang menjajakan aneka makanan berbuka puasa, seperti kolak, es buah, gorengan, hingga makanan khas daerah.

Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, omzet pedagang takjil di Indonesia bisa meningkat 50-100% selama Ramadan dibanding bulan biasa. Fenomena ini menunjukkan bahwa sektor informal memiliki peran besar dalam menopang ekonomi Ramadan.

Bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, Ramadan adalah kesempatan untuk meningkatkan pendapatan. Banyak ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga pekerja yang memanfaatkan momen ini untuk berjualan takjil sebagai usaha sampingan. Selain meningkatkan ekonomi keluarga, bisnis takjil juga mendorong tumbuhnya solidaritas sosial, di mana masyarakat lebih banyak berinteraksi dan berbagi.

Baca Juga:  
Bahaya "Money Politik" Menjadi Akar Penyebab Korupsi

Namun, ada tantangan yang harus diwaspadai, seperti ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan bahan baku yang menyebabkan harga naik. Selain itu, kualitas dan kebersihan makanan juga harus tetap dijaga agar tidak merugikan konsumen.

Dampak Sosial dan Ekonomi Mudik

Mudik atau pulang kampung adalah fenomena besar yang selalu mewarnai Ramadan dan Lebaran di Indonesia. Jutaan orang meninggalkan kota-kota besar untuk kembali ke kampung halaman, menciptakan lonjakan mobilitas yang luar biasa.

Dari perspektif sosial, mudik menjadi momen yang mempererat hubungan keluarga dan komunitas. Bagi banyak perantau, kembali ke kampung halaman adalah wujud bakti kepada orang tua dan leluhur. Di sisi lain, fenomena ini juga mencerminkan ketimpangan pembangunan di Indonesia. Banyak orang yang merantau ke kota-kota besar karena keterbatasan lapangan pekerjaan di daerah asal mereka.

Dari sisi ekonomi, mudik mendorong perputaran uang yang luar biasa besar. Bank Indonesia mencatat bahwa selama musim mudik, transaksi ekonomi di daerah meningkat pesat, terutama di sektor konsumsi dan jasa transportasi. UMKM di daerah juga mendapat keuntungan besar dari kedatangan para pemudik yang biasanya membawa lebih banyak uang untuk dibelanjakan.
Namun, di balik dampak positifnya, mudik juga membawa tantangan.

Baca Juga:  
Modal Sosial Tidak Cukup Untuk Memenangkan Pilkada

Lonjakan permintaan transportasi menyebabkan harga tiket naik drastis, sementara infrastruktur jalan sering kali kewalahan menghadapi arus kendaraan yang membludak. Selain itu, banyak perusahaan menghadapi penurunan produktivitas karena sebagian besar pekerja mereka mengambil cuti untuk pulang kampung.

Ramadan sebagai Siklus Ekonomi dan Sosial

Ramadan bukan hanya bulan ibadah, tetapi juga menjadi siklus sosial dan ekonomi yang unik di Indonesia. Riuhnya pusat perbelanjaan, larisnya dagangan takjil, dan fenomena pulang kampung menunjukkan bagaimana bulan ini menciptakan peluang sekaligus tantangan.

Di satu sisi, Ramadan memberikan dorongan besar bagi perekonomian, terutama di sektor ritel, UMKM, dan transportasi. Namun, di sisi lain, budaya konsumtif yang berlebihan dan ketimpangan akses ekonomi masih menjadi tantangan yang perlu diatasi.

Agar Ramadan tetap membawa manfaat optimal, diperlukan keseimbangan antara konsumsi dan pengelolaan keuangan yang bijak. Masyarakat perlu lebih cerdas dalam berbelanja, mendukung produk lokal, serta memastikan bahwa semangat berbagi dan gotong royong tetap menjadi inti dari perayaan Ramadan.

Dengan memahami dinamika ini, kita bisa melihat Ramadan bukan hanya sebagai ritual tahunan, tetapi juga sebagai peluang untuk membangun ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Penulis: Andi Aris Mattunruang (Pusat Kajian Ekonomi, Bisnis & UMKM dan Serumpun Daya Nusantara)
Baca berita Pos Liputan di:
|

Komentar