Dosen Universitas Patompo dan ITP Latih Petani Porang di Gowa Tingkatkan Nilai Jual di Pasar Internasional

Publisher:
Eksklusif, Berita Terkini di WhatsApp Posliputan.com

GOWA, Pos Liputan – Kelompok Tani Spora di Desa Bontolempangan, Kabupaten Gowa merasa senang telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan mengenai pengolahan porang dari Dosen Universitas Patompo dan Institut Teknologi Pertanian (ITP) Takalar.

Salah satu peserta pelatihan, Ahmad mengaku sangat terbantu dengan adanya pendampingan dan pelatihan yang diselenggarakan di kelompok taninya.

“Selama ini kami hanya tahu cara menanam porang, tapi belum paham cara mengolahnya. Dengan pelatihan ini, saya merasa lebih percaya diri untuk meningkatkan hasil produksi dan mencoba pasar baru,” katanya, Jumat (23/8/2024).

Hal senada diungkapkan oleh kepala Desa Bontolempangan, Paisal, menyatakan, pelatihan ini membantu para petani dalam meningkatkan hasil produksi dan memperluas akses pasar.

“Kami ingin para petani porang di desa ini dapat mandiri dan memiliki daya saing yang tinggi di pasar lokal maupun internasional,” ungkapnya.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paisal juga berharap, semoga pelatihan ini dapat menjadi awal bagi para petani untuk lebih mandiri secara ekonomi dan mampu bersaing di pasar global.

Baca Juga:  
Tumbuhkan Gerakan Literasi, SMPIT Nurul Fikri Makassar Undang Tokoh Literasi

“Kami berharap dengan adanya pelatihan ini, para petani porang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka dan Desa Bontolempangan dapat dikenal sebagai salah satu sentra produksi porang berkualitas tinggi,” ujarnya.

Pelatihan yang dilakukan oleh Andi Aris Mattunruang bersama Asmirawati dan Khaeruddin Aris ini bertujuan untuk membekali pengetahuan petani mengolah porang menjadi produk setengah jadi yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan porang mentah.

“Tujuan utama dari pelatihan ini adalah meningkatkan Economic Value Added (EVA) dari produksi porang dengan mengolah porang menjadi produk bernilai tambah,” ucap Andi Aris Mattunruang.

Aris menceritakan, pentingnya pelatihan ini diberikan lantaran porang yang selama ini dikenal dengan kandungan glukomanya yang tinggi, ternyata memiliki potensi pasar yang besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, terutama di negara-negara Asia Timur.

Namun, lanjut Aris, tantangan utama yang dihadapi oleh para petani di Desa Bontolempangan adalah keterbatasan pengetahuan mengenai teknik pengolahan dan pemasaran porang yang efektif.

Baca Juga:  
Tingkatkan Kemampuan SDM, UIM Gelar Latihan Building Information Modelling

“Salah satu masalah utama adalah keterbatasan pengetahuan mengenai teknik budidaya yang optimal, yang berdampak pada hasil panen yang kurang maksimal. Selain itu, kondisi infrastruktur yang terbatas, seperti irigasi yang kurang memadai, juga menghambat proses produksi porang dalam skala besar,” jelasnya.

Teknologi pengolahan pascapanen juga menjadi kendala bagi para petani. Selama ini, banyak petani yang hanya menjual porang dalam bentuk umbi mentah, yang harganya relatif rendah.

Padahal, porang memiliki potensi nilai tambah yang jauh lebih tinggi jika diolah menjadi produk setengah jadi atau produk olahan seperti tepung glukomanan.

“Selain masalah produksi, tantangan pemasaran juga menjadi perhatian serius. Banyak petani porang di Desa Bontolempangan yang kesulitan dalam mengakses pasar yang lebih luas,” ujarnya.

Masalah lain, kurangnya keterampilan dalam hal branding dan pengemasan produk, yang membuat produk porang mereka kurang bersaing di pasar yang lebih besar, terutama di pasar ekspor yang memiliki standar kualitas yang lebih tinggi.

Baca Juga:  
UMSi Kukuhkan 447 Wisudawan, Rektor: Jadilah Teladan di Tengah-tengah Masyarakat

Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu peserta pelatihan, Zul Fahmi yang mengaku bahwa, penjualan porang ke pengepil masih dalam bentuk mentah dan belum ada nilai tambah serta proses pemasaran yang mereka lakukan masih menggunakan pola tradisional.

“Aspek produksi mengalami kendala keterbatasan alat serta belum menggunakan teknologi modern yang mampu meningkatkan jumlah produksi serta pemasaran yang masih terbatas pada pemasaran tradisional belum memanfaatkan teknologi,” jelas Zulfahmi.

Oleh karena itu, pelatihan ini juga berfokus pada peningkatan Market Value Added (MVA) dengan memberikan pengetahuan mengenai strategi pemasaran, baik secara langsung ke pasar lokal maupun melalui platform digital untuk mencapai pasar yang lebih luas.

Para petani juga diberi akses ke jaringan distribusi yang lebih baik sehingga produk mereka dapat lebih mudah dipasarkan ke luar desa.

Komentar