JAKARTA, Pos Liputan – Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak maupun cukai.
Dalam hal ini Inaplas juga memberikan usulan penarikan pajak karbon daripada cukai plastik.
Pasalnya, rencana pemerintah untuk mengenakan cukai plastik serta tren pergeseran ke bahan kertas kemasan untuk keperluan industri dinilai tidak berdampak signifikan terhadap perbaikan lingkungan dan peningkatan sumber pendapatan negara.
Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Arif Dwi Budiyono mengatakan, bahwasannya wacana kenaikan cukai plastik itu sejak tahun 2015 yang lalu. Target utamanya bukan menambah pendapatan negara. Namun bagaimana untuk perbaikan manajemen pengelolaan sampah, sehingga penggunaan plastik dapat ditekan.
“Sebab plastik disinyalir paling banyak berkontribusi terhadap sampah yang manajemennya jelek. Ternyata setelah kami gali lagi datanya, sampah plastik itu hanya menyumbang 15 hingga 15 persen. Justru yang paling banyak adalah sampah footbase,” ujar Fajar di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Oleh karena itu, Fajar menyarankan agar manajemen pengelolaan sampah di Indonesia perlu diperbaiki. Bukan malah sebaiknya menurunkan angka konsumsi penggunaan sampah plastik atau menaikkan cukainya.
“Terpenting bagaimana pemerintah membuat aturan yang standar. Seperti penggunaan plastik tersebut dapat optimal untuk di recycle (daur ulang),” katanya.
Menurutnya, penurunan angka produksi plastik dan kenaikan cukai dinilai tidak berdampak signifikan terhadap perbaikan lingkungan dan peningkatan sumber pendapatan negara.
Pihaknya juga sangat mendukung adanya kenaikan cukai karbon. Kendati demikian, kata dia, pemerintah perlu membuat infrastrukturnya.
Sebab pajak karbon akan memberikan peluang bagi industri dalam negeri lebih berinovasi untuk menjadi industri yang lebih hijau atau ramah lingkungan.
Dengan kenaikan pajak karbon, perusahaan akan berlomba-lomba menurunkan karbonnya dengan implementasi di lapangan untuk memberi sumbangsih terhadap lingkungan dalam menurunkan gas emisi.
“Salah satunya dengan menanam pohon mangrove, perbaikan dalam manajemen sampah, menaikkan recycle dari produk mereka (perusahaan) sehingga nantinya akan tercipta industri-industri dengan teknologi baru dalam rangka menurunkan emisi,” tandasnya.
Fajar menambahkan, bahwa dunia di dua hingga tiga tahun ini dalam rangka mengembangkan chemical recycling sangat baik perkembangannya. Sehingga beberapa negara eropa sudah menerapkan aturan baru.
“Seperti untuk industri yang mempunyai konten recycle di produknya sekian persen akan dapat potongan pajak yang lumayan bagus. Seharusnya pemerintah Indonesia proyeksinya ke sana. Selain itu pajak karbonnya dipungut dan dipergunakan untuk keperluan perbaikan lingkungan,” ujarnya.
Sehingga pengenaan pajak karbon sangat bermanfaat bagi lingkungan. Namun itu semua dapat terwujud bila seluruh stakeholder dilibatkan dalam rangka membuat petunjuk teknis dalam pelaksanaannya.
Seperti diketahui bahwa tahun depan, pemerintah berencana membahas perihal kenaikan pajak plastik bersama DPR RI.
Kalangan industri pun menganggap wacana penerapan bea cukai terhadap plastik dinilai belum pada waktunya mengingat daya beli masyarakat masih tertekan akibat inflasi.
Di mana kenaikan harga bahan baku memaksa produsen untuk menaikkan harga produk. Jika kebijakan bea cukai plastik, termasuk penerapan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK).
Jika wacana kenaikan pajak tersebut terjadi, maka produsen mau tidak mau akan menaikkan harga produk sehingga berdampak terhadap penurunan konsumsi masyarakat.
Komentar