Pos Liputan – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru mengenai tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada bulan Maret 2023. Menurut BPS, tingkat kemiskinan di wilayah tersebut telah mencapai 8,70 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,07 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari 24 kabupaten dan kota yang ada di Sulsel, Kabupaten Pangkep mencatatkan angka kemiskinan tertinggi, yaitu 13,92 persen. Sementara itu, Kota Makassar memiliki tingkat kemiskinan terendah, hanya mencapai 4,58 persen. Menilik data yang dirilis oleh BPS, Kabupaten Pangkep menempati peringkat pertama dengan tingkat kemiskinan mencapai 13,92 persen. Disusul oleh Kabupaten Jeneponto dengan angka 13,73 persen, dan Luwu Utara dengan 13,22 persen.
Kabupaten Luwu, Enrekang, dan Kepulauan Selayar juga menghadapi tantangan serupa dengan tingkat kemiskinan yang signifikan, masing-masing mencapai 12,49 persen, 12,39 persen, dan 12,24 persen. Sementara itu, Kota Makassar, sebagai ibu kota Sulsel, mencatatkan tingkat kemiskinan terendah di antara kabupaten dan kota lainnya. Dengan angka sebesar 4,58 persen, Kota Makassar menunjukkan upaya yang signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah setempat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Kalau melihat realita di lapangan misalnya Kabupaten Pangkep dengan begitu berlimpahnya sumber daya alam dan berdirinya industri semen nasional seharusnya daerah ini tidak menjadi daerah termiskin, akan tetapi banyaknya hasil sumber daya alam yang harusnya dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat setempat, justru pemanfaatan sumber daya alamnya dinikmati oleh daerah lain bahkan hanya segelintir orang yang memiliki kekuasaan.
Perjuangan keluar dari Kemiskinan
Tingginya tingkat kemiskinan di sejumlah kabupaten dan kota di Sulsel menjadi tantangan yang harus dihadapi secara serius. Dalam upaya melawan kemiskinan, pemerintah daerah perlu mengimplementasikan kebijakan yang berfokus pada pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan pemerataan pendapatan. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa program-program sosial seperti bantuan sosial dan pelatihan keterampilan disalurkan dengan efektif ke masyarakat yang membutuhkan.
Selain itu, investasi dalam sektor pendidikan dan kesehatan juga menjadi strategi yang penting guna memberikan akses yang lebih baik kepada masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Data terbaru yang dirilis oleh BPS menunjukkan peningkatan tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan. Kabupaten Pangkep menduduki peringkat tertinggi dengan tingkat kemiskinan sebesar 13,92 persen, sementara Kota Makassar mencatatkan tingkat kemiskinan terendah sebesar 4,58 persen.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat untuk mengimplementasikan kebijakan yang mampu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan di wilayah tersebut Sulawesi Selatan, seperti banyak wilayah di Indonesia, memiliki daerah-daerah yang dianggap miskin. Penyebab kemiskinan di daerah-daerah ini bisa sangat kompleks dan melibatkan berbagai faktor. Ketidaksetaraan akses sumber daya menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan adalah ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya ekonomi. Ini mencakup akses terhadap lahan pertanian, air bersih, fasilitas kesehatan, dan pendidikan yang berkualitas. Daerah yang kurang berkembang cenderung memiliki akses yang lebih terbatas terhadap sumber daya ini.
Ketergantungan pada Sektor Pertanian untuk beberapa daerah di Sulawesi Selatan, misalnya pertanian masih menjadi mata pencaharian utama. Ketergantungan yang tinggi pada pertanian bisa membuat masyarakat lebih rentan terhadap fluktuasi harga komoditas pertanian dan perubahan iklim. Kurangnya akses dan kualitas pendidikan dapat menjadi hambatan besar bagi kemajuan ekonomi. Masyarakat yang kurang terdidik memiliki peluang pekerjaan yang lebih terbatas dan seringkali harus mengandalkan pekerjaan yang berbayar rendah.
Kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan daerah-daerah miskin di Sulawesi Selatan mungkin memiliki akses terbatas terhadap fasilitas kesehatan dan perawatan medis yang berkualitas. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan memunculkan biaya tambahan akibat penyakit yang tidak diobati dengan baik. Korupsi dan Ketidakstabilan Politik menjadi faktor-faktor politik seperti korupsi dan ketidakstabilan politik dapat mempengaruhi pengalokasian dana publik dan investasi ke daerah-daerah miskin. Ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Pemahaman mendalam tentang faktor-faktor ini penting untuk merancang program dan kebijakan yang dapat membantu mengurangi kemiskinan di Sulawesi Selatan. Pendekatan yang holistik yang melibatkan pemerintah, LSM, dan sektor swasta bisa membantu mengatasi masalah kemiskinan dengan lebih efektif. Ini termasuk investasi dalam pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pelatihan keterampilan, dan dukungan kepada sektor ekonomi yang berpotensi tinggi.
Dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan di daerah tersebut, perlu adanya program-program yang berfokus pada pendidikan, pelatihan, pengembangan infrastruktur, diversifikasi ekonomi, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, dan peningkatan akses ke layanan dasar serta pasar. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal juga sangat penting untuk menciptakan perubahan yang signifikan.
Pemerintah dan berbagai organisasi nirlaba berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan berbagai program pembangunan, pendidikan, dan bantuan sosial. Upaya-upaya ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan akses terhadap layanan dasar, dan memberikan pelatihan keterampilan kepada penduduk daerah miskin agar mereka dapat meningkatkan kondisi ekonomi mereka.
Strategi percepatan penuntasan kemiskinan dengan 3 pro
Program lapangan kerja baru (Pro-Jobs) yang mencakup pelatihan, pemagangan, pemandirian, dan pemberdayaan bertujuan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Program ini mencoba mengatasi beberapa tantangan di pasar tenaga kerja dengan memberikan pelatihan dan peluang pekerjaan kepada individu yang membutuhkannya.
Program penurunan kemiskinan (Pro-Poor) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar 40% penduduk termiskin dan kelompok rentan sering kali disebut juga sebagai program bantuan sosial (bansos) atau program perlindungan sosial. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok yang paling rentan dalam masyarakat dengan memberikan dukungan dalam pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
Program Pro-Poor bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan sosial dan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan kelompok-kelompok yang paling rentan dalam masyarakat. Program ini sering kali merupakan bagian penting dari strategi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Program pertumbuhan ekonomi (Pro-Growth) yang mencakup konsep “sociotechnopreneur” memiliki tujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi sambil memperhatikan dampak sosial yang positif. Ini menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan nilai sosial dan pemanfaatan teknologi. Berikut adalah komponen-komponen utama dari program Pro-Growth dengan pendekatan sociotechnopreneur.
Pemberdayaan Kewirausahaan Sosial ini akan mendukung pengembangan bisnis yang mendedikasikan sebagian dari keuntungannya untuk menciptakan dampak sosial yang positif. Ini bisa mencakup bisnis sosial yang secara eksplisit berusaha untuk memecahkan masalah sosial seperti kemiskinan, pendidikan rendah, atau lingkungan. Program Pro-Growth sociotechnopreneur bertujuan untuk menciptakan ekosistem bisnis yang berfokus pada menciptakan nilai ekonomi dan sosial sekaligus pemanfaaatan teknologi. Hal ini dapat membantu memecahkan masalah sosial dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Komentar