MAKASSAR, Pos Liputan- Sulawesi Selatan menghadapi krisis serius dalam tata kelola kepemudaan dan olahraga. Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel kini menjadi sorotan setelah berbagai masalah mencuat dari dugaan pemotongan uang saku atlet, penurunan prestasi di PON XXI, hingga kegagalan pembangunan infrastruktur olahraga yang dijanjikan.
“Dispora Sulsel tidak hanya abai, tapi juga cenderung antikritik. Alih-alih membina, mereka justru menekan,” kata Rezha Rahmatullah, Menteri Pemuda dan Olahraga Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN Alauddin Makassar.
Kritik itu mengemuka setelah Sulsel merosot ke posisi 16 dalam klasemen akhir PON XXI. “Prestasi atlet jatuh karena diduga pembinaan tidak maksimal. Banyak cabang olahraga tak diberi dukungan memadai. Ini tanggung jawab Dispora,” ujar Rezha.
Lebih lanjut Rezha mengatakan, Dispora juga gagal dalam pengelolaan proyek strategis. Pembatalan pembangunan Stadion Sudiang dan terbengkalainya lahan Mattoanging, itu menandakan bahwa Dispora tidak punya visi jangka panjang yang matang.
“Kami tidak bisa terus menunggu janji pembangunan yang tak kunjung jalan. Infrastruktur adalah kebutuhan dasar olahraga,” tambahnya.
Menpora Dema UINAM itu juga meminta agar Pemprov Sulsel segera melakukan audit menyeluruh terhadap Dispora.
“Sudah saatnya kita bicara perombakan struktural, bukan tambal sulam. Anggaran besar bukan untuk dibagi-bagi, tapi untuk memperkuat daya saing dan mentalitas generasi muda,” ungkapnya.
Menpora Dema UINAM juga menyebutkan bahwa pembatasan ruang gerak organisasi pemuda, serta pembungkaman lewat regulasi kampus yang disinyalir mendapat restu dari birokrasi pemerintahan.
“Pemuda dibungkam dengan dalih keamanan. Kami justru diancam skorsing ketika bersuara. Ini mencederai demokrasi kampus,” lanjut Rezha, menyinggung Surat Edaran Rektor UIN Alauddin yang mewajibkan izin tertulis untuk aksi demonstrasi.
Dengan tekanan yang makin besar dari mahasiswa, aktivis, dan pelaku olahraga, publik menanti langkah tegas dari pemerintah provinsi. Jika tidak, Dispora akan terus menjadi simbol birokrasi yang gagal membaca arah zaman dan lebih buruk lagi, gagal membela masa depan pemuda Sulawesi Selatan.
Komentar