Seorang komisaris yang akan bekerja melakukan pengawasan sebaiknya mengerti tentang Bank Syariah terutama di bidang keuangan.
“Saya katakan, yang namanya komisaris itu paling tidak kalau dia bukan bank syariah, anda harus punya pengalaman perbankan itu sendiri. Artinya di core business, kemudian di financial economy terutama mengerti soal keuangan dan hukum plus corporate governance karena ini bidang pengawasan,” sambungnya.
Refly bahkan menyinggung kepentingan orang dalam di pengangkatan komisaris perusahaan BUMN.
“Tapi kalau seorang dokter apalagi di perbankan syariah i don’t know exactly. Tapi kalau ordal, ya mau diapain lagi,” tuturnya.
Dirinya lantas menyindir komisaris yang kerjanya cuma nempel masuk dan terima setoran. Menurutnya, komisaris itu anda bisa kerja, bisa nggak kerja.
“Karena cuma sekedar nempel nama dapat setoran, wah itu bahaya, gawat karena direksi BUMN itu senang kalau komisarisnya nggak aktif karena merasa nggak dicawe-cawein,” ujarnya.
Refly Harun yang juga pernah menjadi komisaris di Jasa Marga dan Pelindo I itu membagi beberapa jenis komisaris yang ia ketahui.
“Makanya saya katakan ada tiga jenis komisaris, yang pasif dan tidak cawe-cawe artinya dia kerja, core bisnisnya dia tidak kerjakan, tapi dia tidak cawe-cawe juga. Jadi ini semacam gabut lah. Dapat gaji buta,” ungkapnya.
“Yang kedua adalah, tidak aktif tapi cawe-cawe. Ini kacau. Jadi ini core bisnisnya tidak dia kerjakan. Rapat-rapat komisaris, macam-macam itu sering sekali berhalangan. Tapi giliran cawe-cawe ikut terus nempel dengan direksi terutama dirut,” lanjutnya.
Terakhir yang menurutnya jelek juga, tetapi lumayan. Aktif dan cawe-cawe. Bisnisnya dikerjakan, tapi cawe-cawe juga. Yang ke empat, yang aktif dan tidak cawe-cawe.
Komentar