Pos Liputan – Sejumlah anggota civitas akademika dibeberapa perguruan tinggi di Indonesia secara terbuka mengungkapkan kritik terhadap kondisi demokrasi di Indonesia selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik ini melalui sebuah petisi yang berisi penilaian tajam terhadap kebijakan Jokowi. Empat institusi pendidikan yang telah mengajukan kritik ini mencakup Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Islam Indonesia (UII).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menjadi sasaran kritik dari kalangan akademisi. Sebelumnya, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengeluarkan petisi yang menyatakan kekecewaan terhadap salah satu alumni mereka. Selanjutnya, Universitas Islam Indonesia (UII) juga mengajukan seruan ‘Indonesia Darurat Kenegarawan’. Universitas Indonesia (UI) menyatakan keterlibatannya dengan memukul genderang sebagai tindakan untuk memulihkan demokrasi.
Beberapa guru besar di Universitas Hasanuddin (Unhas) memberikan peringatan kepada Jokowi dan pejabat negara lainnya untuk tetap memegang teguh nilai-nilai demokrasi dan keadilan. Koalisi dosen Universitas Mulawarman (Unmul) juga bergabung dalam seruan, meminta Jokowi agar tidak memihak dalam Pemilu 2024. Pengkritik terbaru berasal dari sejumlah guru besar, rektor, dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Mereka menyerukan imbauan moral untuk ‘Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban.
Beberapa tuntutan kepada Jokowi dan pejabat lainnya, termasuk mendesak Presiden untuk menjalankan kewajiban konstitusionalnya dalam menyelenggarakan Pemilu 2024 yang jujur dan adil, serta mengingatkan bahwa penggunaan fasilitas negara dengan segenap kewenangannya merupakan pelanggaran konstitusi yang serius, melemahnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perilaku koruptif di kalangan pejabat, tidak berfungsinya peran DPR dalam membela rakyat, dan sejumlah hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap tidak bertanggung jawab, kurang etika dan harga diri.
Puncaknya adalah hakim Mahkamah Konstitusi yang terkekang oleh ambisi penguasa sehingga berujung pada terkikisnya etika politik demi mempertahankan kekuasaan. Landasan negara Indonesia semakin rapuh karena penyelenggara negara, baik pemerintah, DPR, dan lembaga peradilan, tidak menunjukkan keteladanan dalam menjunjung tinggi prinsip ketatanegaraan dan etika kebangsaan. Ia berpendapat bahwa penyelenggara negara harus menjadi teladan utama dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi dan mendesak para pemimpin Indonesia untuk memberikan contoh dalam menjunjung tinggi etika nasional bagi warga negara.
Pada hakikatnya perguruan tinggi mempunyai kedudukan yang sangat strategis bagi suatu bangsa. Hal ini karena perguruan tinggi mempunyai peran penting dalam membina individu-individu yang mampu berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Perguruan tinggi menjadi lahan subur untuk menumbuhkan benih-benih talenta, melahirkan generasi yang lebih baik. Dengan kata lain, kampus adalah ruang berpikir jernih.
Dalam konteks demokrasi, khususnya terkait pemilu, perguruan tinggi seringkali ragu untuk melakukan kegiatan terkait pemilu. Saat ini terdapat kekhawatiran bahwa keterlibatan kampus dapat membahayakan independensi dan imparsialitas perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektualisme, sehingga menjadikan mereka partisan politik. Namun, perguruan tinggi adalah wadah bagi para pemimpin masa depan yang akan terjun di ranah politik dan masyarakat.
Perguruan tinggi harus berperan sebagai kontrol sosial yang terbagi dalam empat aspek utama. Peran tersebut mencakup menjadi pengawas dan pemantau pemilu, menjadi fasilitator, terlibat dalam advokasi, dan bertindak sebagai pendidik. Perguruan tinggi berperan sebagai pengawas dan pemantau pemilu, menjaga etika dan sistem nilai yang penting untuk menjaga proses demokrasi. Peran fasilitator menyiratkan bahwa perguruan tinggi harus tidak bersikap apatis atau anti politik. Momentum tahun 2024 dapat dimanfaatkan oleh kampus untuk memberikan pendidikan politik. Peran advokasi adalah perguruan tinggi harus membela hak-hak masyarakat jika terjadi pelanggaran. Terakhir, peran pendidik; mengingat Kurangnya literasi politik di masyarakat kita, maka perguruan tinggi dapat mengemban tugas pendidikan politik. Selain itu, perguruan tinggi perlu secara konsisten mendorong partisipasi pemilih muda yang cerdas dan meningkatkan keterlibatan politik.
Ketika universitas dituduh memiliki kepentingan politik, narasi elektoral, pada dasarnya tuduhan yang tidak terbukti harus dibuktikan. Menurut Carl Sagan, negara ini sedang mengalami extraordinary claim meet extraordinary evidence. Jika istana menuduh universitas dan guru besar telah melakukan narasi elektoral, itu adalah klaim. Negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi seharusnya tidak membuat asumsi yang berlebihan. Terlalu banyak prasangka, bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang diharapkan. Negara yang menyebut dirinya negara demokrasi, tetapi menggunakan terlalu banyak prasangka, terutama yang ditujukan kepada universitas, akan merusak demokrasi itu sendiri. Demokrasi tidak boleh dipenuhi dengan prasangka, terutama jika prasangka tersebut berasal dari pihak penguasa kepada rakyat dan terutama universitas.
Kampus dan Civitas Akademika sekarang harusnya berpikir rasional, objektif, dan kritis. Selain itu, kampus diharapkan memiliki kemampuan teoritis dalam menganalisis dan memahami berbagai permasalahan, serta tetap berpegang pada disiplin ilmu yang dikuasainya. Kreativitas dan Ketajaman Pemikiran Lebih dari sekadar mengamati peristiwa, diharapkan memiliki daya prediktif dan kreatif dalam mengidentifikasi serta menyelesaikan berbagai masalah. Fleksibilitas berpikir dan ketidakkekakuan dalam mengambil sudut pandang menjadi aspek penting yang harus dimiliki. Tanggung Jawab untuk Mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur atas pengetahuan, kreativitas, pengabdian, dan nilai-nilai keislamannya. Tanggung jawab ini diarahkan untuk sepenuhnya berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Komentar