JAKARTA, Pos Liputan – Seorang profesor hukum pro-reformasi yang terkemuka di Arab Saudi dilaporkan dijatuhi vonis hukuman mati.
Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Awad Al-Qarni karena tuduhan melakukan kejahatan dengan menggunakan WhatsApp dan Twitter.
Bukan sembarangan, Awad Al-Qarni dituduh telah melakukan kejahatan dengan menyebarkan opini dan berita yang dianggap “memusuhi” oleh Kerajaan Arab Saudi melalui platform Twitter dan WhatsApp.
Dakwaan terhadap Al-Qarni ini diketahui setelah anaknya, Nasser membagikan dokumen dakwaan sebagaimana dilansir dari The Guardian, Senin (16/01/2023).
Nasser sendiri telah melarikan diri dari kerajaan sejak tahun lalu dan memilih tinggal di Inggris karena sedang mencari perlindungan.
Penangkapan Awad Al-Qarni oleh otoritas Saudi pada September 2017 silam dinilai berbagai kalangan sebagai awal pemberangusan terhadap pengkritik yang dilakukan putra mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman.
Bahkan Al-Qarni ditampilkan di media-media Arab Saudi sebagai pendakwah yang berbahaya. Sementara para pengkritik Riyadh menyebutnya sebagai intelektual penting dan dihormati banyak orang dengan dua juta pengikut di Twitter.
Dalam berkas dakwaan, Al-Qarni yang dibagikan Nasser ke Guardian disebut telah mengakui menggunakan media sosial untuk mengekspresikan opini dan bahkan terlibat dalam percakapan-percakapan di WhatsApp dan memuji kelompok Ikhwanul Muslimin.
Tidak hanya WhatsApp dan Twitter, berkas dakwaan Al-Qarni juga turut memuat dugaan bahwa ia menggunakan Telegram.
Para aktivis dan advokat hak asasi manusia menganggap penangkapan dan vonis mati terhadap Al-Qarni merupakan pola pemberangusan dengan cara baru yang dilakukan oleh pemerintahan Saudi saat ini.
Dokumen dakwaan Al-Qarni ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial seperti Twitter dan Facebook dan platform komunikasi lain seperti WhatsApp dan Telegram telah dikriminalisasi dibawah kepemimpinan rezim Bin Salman.
Diketahui, tidak hanya Awad Al-Qarni, sebelumnya ada Salma Al-Shebab dan Noura Al-Qahtani yang juga mendapatkan hukuman karena menggunakan platform Twitter.
Komentar